Sponsored Links
Loading...
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Iswandi Anas Chaniago berharap penggunaan pupuk kimia dan pestisida oleh petani bisa berkurang.
Dia mengatakan, penggunaan bahan kimia dalam pertanian berdampak buruk bagi perkembangan produksi dan juga kontur tanah.
"Maka, solusinya kurangi penggunaan pupuk kimia, gunakan pupuk organik dan pestisida hayati. Pupuk organik itu mampu memperbaiki seluruh sifat tanah, sedangkan pupuk kimia hanya memperbaiki sebagian dari sifat tanah," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterimaBisnis.com, Selasa (12/4/2016).
Dia menjelaskan, penggunaan bahan kimia dalam pertanian di Indonesia dimulai sekitar 1960-an.Menurutnya, pemakaian pupuk kimia dan pestisida ini membuat petani terlena karena bertani terasa mudah, yang pada akhirnya membuat mereka melupakan pupuk organik.
Hal tersebut menyebabkan setiap tahun terjadi peningkatan pemakaian pupuk kimia dan pestisida. Selain itu, untuk mempercepat pengolahan tanah, jerami dibakar atau dibawa ke tempat lain.
Unsur Hara
Dia memaparkan, hal tersebut berdampak pada pengurangan unsur hara dalam tanah. Selanjutnya, pada tahun 1990-an kondisi tanah semakin parah, petani mulai mengeluh, produksi menurun, hama merajalela dan terjadi gagal panen .
Menurut Iswandi, hingga saat ini, sistem pertanian di Indonesia belum berkelanjutan. Petani enggan menggunakan pupuk organik karena proses pembuatan pupuknya yang lama.
Untuk itu, perlu peran teknologi seperti pengembangan dekomposer. Petani cukup menyediakan bahan baku pembuatan pupuk organik.
Dulu, kata dia, sempat berkembang upaya kembali ke pupuk organik, tetapi sekarang tidak dilakukan lagi, karena harga urea masih murah dengan adanya subsidi.
"Kita juga tidak mempertimbangkan pencemaran lingkungan karena pemakaian pupuk kimia. Saat ini, 80 persen tanah pertanian di petani ini sudah rusak. Oleh karena itu harus diperbaiki dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia,” paparnya.
Pupuk Organik
Iswandi memaparkan, peranan pupuk organik sangat besar dalam memperbaiki kondisi tanah. Namun, keberadaan pupuk organik dan kimia tidak perlu dipertentangkan.
Contoh produk pupuk hayati hasil karyanya sudah digunakan adalah Azozo, pelarut fosfat dan pelarut kalium.
“Kami ada biost, sudah komersial, dan super biost-IPB. Sudah masuk program pupuk hayati unggulan nasional untuk tujuh komoditi. Pupuk ini mengurangi biaya pemupukan sekira 30%," paparnya.
"Hasil sama atau lebih dari produksi konvensional. Pupuk ini sudah melalui tahap uji coba selama dua tahun."
Dia menyatakan, terdapat satu sistem budidaya padi yang efisien dan sudah dibuktikan yakni System of Rice Intensification (SRI). Sistem ini mengurangi input pupuk, air dan benih, tapi hasilnya malah meningkat.
“SRI sangat efisien. Gunakan benih muda, tanam dangkal satu bibit per lubang tanah dan tidak digenangi air. Pupuknya boleh kimia atau gabungan. Atau kalau tanah bagus dan pupuk organiknya tersedia, bisa menjadi SRI organik,” ujarnya.
Dari hasil uji coba, dari satu benih bisa menghasilkan lebih dari 70 anakan. Dengan cara konvensional (air tergenang) akar tidak berkembang. Sedangkan dengan SRI, akar tanaman berkembang. Peningkatan produksinya bisa sampai 30%.
“Tadinya saya tidak percaya begitu saja, tapi saya coba sendiri dengan mahasiswa saya dan ternyata benar. Saya juga kembangkan SRI di Malaysia. Dibangun di sana di training center,” paparnya.
Sumber : http://kabar24.bisnis.com
Sponsored Links
Loading...
loading...