Sponsored Links
Loading...
Jagung untuk Perangkap Telur Hama Pemakan Polong
Pemakan polong (Helicoverpa armigera) merupakan salah satu hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Hama ini tersebar di daerah beriklim tropis dan subtropis termasuk di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Australia. Pemakan polong memiliki kisaran tanaman inang yang luas, antara lain kapas, tomat, sorgum, kacang tanah, kedelai, tembakau, kentang, dan jagung. Sejak tahun 1987, status ulat pemakan polong meningkat dari bukan hama kedelai menjadi hama penting tanaman kedelai. Perubahan status tersebut diduga akibat ekspansi pengembangan kedelai sesuai dengan program swasembada kedelai pada tahun 1986. Di Jawa Timur, luas serangan hama pemakan polong lebih tinggi dibandingkan dengan luas serangan pengisap polong dan penggerek polong.
Pengendalian hama pemakan polong yang umumnya dilakukan petani adalah menggunakan insektisida kimia. Hal ini berbahaya bagi lingkungan dan aplikasinya memerlukan biaya tinggi, sedangkan kehilangan hasil akibat serangan pemakan polong belum dapat diatasi. Pengendalian hama pemakan polong harus berbasis pada prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) yang menekankan pada pemantauan populasi hama sebagai pedoman pengendalian. Salah satu komponen PHT adalah pengendalian secara kultur teknis dengan menggunakan varietas tahan dan tanaman perangkap. Hingga saat ini belum ditemukan varietas kedelai yang tahan terhadap hama pemakan polong. Oleh karena itu, usaha untuk menurunkan populasi awal dengan menanam tanaman perangkap merupakan alternatif pengendalian.
Tanaman perangkap adalah tanaman yang ditumbuhkan pada areal terbatas untuk menarik serangga hama pada areal pertanaman guna melindungi tanaman utama dari serangan hama tersebut. Teknik manipulasi tanaman perangkap adalah memilih jenis tanaman dengan variasi umur (genjah, sedang, atau dalam) yang sama maupun berbeda dengan tanaman utama. Penggunaan tanaman perangkap akan menurunkan frekuensi dan jumlah insektisida yang digunakan. Di Indonesia, penggunaan tanaman perangkap telah diterapkan untuk memerangkap hama pengisap polong kedelai yaitu dengan menanam kacang hijau varietas Merak. Teknologi ini hanya menggunakan lahan seluas 12% dari total luas area pertanaman kedelai. Tindakan tersebut menurunkan penggunaan insektisida sebesar 80−90% karena pengendalian hanya dilakukan pada area tanaman perangkap.
Di alam, imago betina pemakan polong lebih tertarik meletakkan telur pada rambut jagung dibandingkan dengan tanaman inang lain termasuk kedelai. Tanaman kedelai dapat terhindar dari hama pemakan polong karena adanya tanaman jagung dengan rambut tongkol (bunga betina) yang masih segar. Rambut jagung segar di lapangan harus tersedia minimal selama tiga minggu selama musim tanam kedelai. Pemantauan populasi larva pemakan polong pada tanaman kedelai hanya difokuskan pada daun muda fase vegetatif karena larva muda memakan jaringan hijau daun, kemudian setelah instar tiga larva menuju polong untuk memakan biji dengan cara menggigit kulit polong, apabila dijumpai larva maka secepatnya dilakukan pengendalian secara mekanis.
Tanaman jagung sangat sesuai untuk perangkap telur hama pemakan polong karena telur yang diletakkan di batang, daun, dan seludang tongkol akan gagal melangsungkan kehidupannya, kecuali bila ada tanaman inang lain di sekitar tanaman jagung karena larva pemakan polong tidak makan daun dan batang jagung. Telur yang menetas di bagian rambut tongkol hanya akan menyisakan 1−2 ekor larva saja karena terjadi kanibalisme antar larva. Tanaman jagung dapat mengendalikan populasi telur hama pemakan polong yang dapat menekan populasi larva sampai 90,8%. Efektivitas pengendalian dengan tanaman perangkap jagung lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi insektisida Sihalotrin yang hanya mampu menekan populasi larva 67,2%.
Gambar. Tanaman jagung dan gulma sangket.
Selain tanaman jagung, sangket (Basilicum polystachyon) juga merupakan tanaman inang pemakan polong (Gambar). Sangket merupakan tumbuhan gulma berdaun sempit, menghasilkan biji (dikotil) dan memiliki bunga. Sangket banyak ditemukan tumbuh di lahan kering maupun lahan sawah di sepanjang musim. Pada tahun 2010, sangket yang tumbuh di area pertanaman kedelai di KP Ngale, Jawa Timur, diketahui sebagai inang hama pemakan polong tetapi potensinya sebagai tempat peletakan telur hama pemakan polong belum diketahui. Sangket berperan penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan populasi hama pemakan polong di alam, karena produksi telur imago betina pemakan polong yang makan tumbuhan sangket sangat tinggi, mencapai 1.200 butir/betina. Tanaman sangket di sekitar pertanaman kedelai atau lahan yang akan ditanami kedelai perlu dikendalikan dengan cara disanitasi atau melalui pengamatan ada tidaknya larva pemakan polong. Apabila ada larva pemakan polong, maka perlu dikendalikan secara mekanis agar tidak menjadi sumber infestasi bagi tanaman kedelai dan kacang hijau di lahan tersebut.
Pada tahun 2011 telah dilakukan penelitian mengenai preferensi peletakan telur pemakan polong pada gulma sangket. Hasilnya menunjukkan bahwa 70% telur pemakan polong diletakkan di bagian buah dan 30% pada daun sangket. Hal tersebut menunjukkan bahwa larva pemakan polong lebih menyukai meletakkan telur pada bagian buah sangket daripada daun sangket karena diduga pada bagian buah sangket terdapat nutrisi yang disukai oleh hama pemakan polong. Setiap imago betina pemakan polong memiliki cara sendiri untuk merespons rangsangan yang ditunjukkan oleh setiap tanaman inang. Pemilihan inang sebagai tempat hinggap atau meletakkan telur diduga didasarkan pada senyawa kimia yang dikandung tanaman karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan larva selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian Bayu dan Tengkano (2013), tanaman jagung BISI-2 yang berumur 54 HST mampu memerangkap telur pemakan polong 63,8% dan tanaman jagung BISI-2 yang berumur 57 HST mampu memerangkap telur pemakan polong 34,5%. Sedangkan, gulma sangket hanya mampu memerangkap telur pemakan polong 1,8% dari total telur yang diletakkan oleh dua imago betina pemakan polong yang diinfestasi selama dua malam pada pertanaman jagung, kedelai, dan sangket. Jagung Bisi-2 yang berumur 54 HST lebih potensial dijadikan sebagai tanaman perangkap telur hama pemakan polong daripada tanaman jagung yang berumur 57 HST. Tanaman sangket tidak berpotensi digunakan sebagai perangkap untuk pemakan polong karena hanya mengkonsentrasikan telur 1,8%. Meskipun demikian, perkembangan populasi hama pemakan polong pada tanaman sangket tetap perlu dimonitoring karena larva yang berasal dari tanaman sangket dapat menjadi sumber infestasi hama pada tanaman kedelai. Upaya pengendalian secara mekanis, dengan cara mengumpulkan larva pada tanaman sangket, perlu dilakukan untuk menghindarkan serangan pada tanaman kedelai.
Petani harus memperhatikan teknik penempatan tanaman jagung di area pertanaman kedelai apabila ingin menggunakan tanaman jagung tersebut sebagai tanaman perangkap. Untuk menghindari serangan larva pada bagian batang dan daun jagung, jagung perlu ditanam di pematang sawah atau di lereng pematang atau agak jauh dari tanaman pinggiran kedelai. Penanaman jagung di pematang tidak akan mengurangi luas area pertanaman utama. Tanaman jagung ditanam pada salah satu sisi lahan arah timur barat pada 21 hari sebelum tanam kedelai. Hal ini bertujuan agar pada saat tanaman kedelai telah berada pada fase vegetatif sudah tersedia tanaman jagung muda yang efektif memerangkap telur hama pemakan polong. Larva pemakan polong bersifat kanibal sehingga hanya 1−2 ekor larva yang bisa bertahan dalam tongkol jagung.
Tindakan yang perlu dilakukan untuk menghindari agar larva pemakan polong yang ada di dalam tongkol jagung tidak turun ke tanah dan membentuk pupa di dalam tanah adalah dengan melakukan panen jagung muda supaya tidak menjadi sumber infestasi bagi tanaman sekitarnya. Jagung dipanen pada saat berumur 67 HST, karena pada umur ini telur pemakan polong yang diletakkan pada rambut tongkol telah berkembang menjadi larva instar 4 dan siap turun ke tanah. Dengan demikian, penggunaan tanaman jagung untuk perangkap telur hama pemakan polong dapat menurunkan penggunaan insektisida pada pertanaman kedelai.
|
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Sponsored Links
Loading...
loading...