Sponsored Links
Loading...
Photo by : |
Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Kalimantan Selatan, dikenal sebagai sentra penanaman pisang kepok kuning. Lima tahun silam panggilan itu tinggal cerita. Musababnya ribuan tanaman pisang kepok kuning luluh-lantak karena wabah penyakit layu darah akibat serangan bakteri Pseudomonas solanacearum. Tanaman masih mampu menghasilkan buah, tapi buah rusak. Dari luar buah terserang terlihat mulus, begitu dipotong daging buah tampak hitam.
Pekebun berhenti menanam, pasokan buah pisang pun berkurang. Namun, kini Tanahgrogot mulai memasok lagi pisang kepok ke pasar, tapi dengan jenis baru: kepok tanjung. Cirinya mirip dengan pisang kepok kuning, bentuknya agak kotak dengan sudut menebal, tapi berukuran lebih besar dan panjang. Kulit buah tebal berwarna hijau kekuningan yang terasa halus ketika matang. Tekstur daging buah agak keras dengan citarasa manis, kadar gula mencapai 300 briks. Itu lebih manis daripada kapok kuning yang kadar kemanisannya 28—290briks.
Bebas busuk
Kepok tanjung tidak lain sebutan untuk pisang sepatu amora. Sepatu amora termasuk jenis kepok, tapi berciri khas tanpa jantung. Kondisi tanpa jantung itu karena bunga jantan (jantung) habis berbarengan dengan munculnya bakal buah. Pisang itu ditemukan oleh Tim Peneliti Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika) dalam eksplorasi ke Masohi, Pulau Seram, Maluku pada 1996. Dr I Jatnika, kepala Balitbu ketika itu, pernah meramal sepatu amora bakal menjadi pisang masa depan. (baca: Pisang Sepatu Amora Tanpa Jantung, Tahan Penyakit. Trubus Desember 2004)
Musababnya, tanpa jantung membuat tanaman anggota famili Musaceae itu terhindar serangan layu bakteri dan penyakit darah yang ditularkan serangga pengunjung bunga. Pada kepok biasa bunga jantan menjadi tempat paling disukai serangga karena nektar bunganya paling manis di antara pisang lain. Penularan penyakit terjadi ketika serangga yang hinggap di pisang terinfeksi Pseudomonas solanacearum datang ke bunga tanaman pisang yang sehat.
Pertemuan membahas layu fusarium pada pisang yang diadakan di Brasil pada 2003 juga menyebut-nyebut sepatu amora (disebut begitu karena bentuknya seperti sepatu klasik dan ditemukan juga di Amurang, ibukota Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, red) sebagai pilihan tepat untuk mengatasi penyakit layu pisang di dunia.
Kini ramalan itu perlahan terbukti. Tanahgrogot memulainya dengan menjadi sentra kepok tanjung. Karolus, salah satu pekebun, menanam 1.100 kepok tanjung secara tumpang sari dengan kopi dan karet di lahan 10 ha.
Setiap 2 minggu mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia itu memetik 50 tandan. Satu tandan berisi 8—10 sisir. Kerap kali setandan berisi 15 sisir. Harga jual di kebun Rp4.000 per sisir, lebih tinggi Rp1.500 ketimbang ambon yang juga banyak ditanam di sana. Dari perniagaan kepok tanjung Karolus rata-rata mengantongi pendapatan Rp4-juta per bulan.
Minta bibit
Kebun itu bermula dari 360 bibit kepok tanjung yang didapat dari dinas pertanian setempat pada 2008. Menurut M Thamrin dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Paser, pada tahun itu dinas pertanian membagikan 20.000 bibit asal kultur jaringan dari Balitbu Tropika. Sebanyak 3.500 di antaranya berupa kepok tanjung.
Melihat sukses Karolus, warga yang tidak mendapat bibit kemudian menanam kepok tanjung secara swadaya. Bibit berupa anakan dari tanaman yang tumbuh di kebun Karolus. Pada 2011 saja Ketua Kelompok Tani Tunas Harapan itu memasok 3.000 bibit untuk pekebun di Kalimantan Selatan. Harga jual Rp5.000 per bibit ukuran 50—75 cm.
Karolus dan kelompok taninya pun semakin mantap memperluas kebun. Mereka tidak khawatir menanam massal sepatu amora karena selama tiga tahun penanaman terbukti tak ada serangan penyakit layu darah. Untuk memenuhi permintaan bibit di kebun sendiri dan pekebun lain, Karolus berharap ada teknologi mempercepat produksi bibit. Harapan itu antara lain terwujud dalam bentuk kerjasama Balitbu Tropika dan Balai Benih Induk (BBI) Loa Janan, Kalimantan Timur, melakukan penanaman pohon induk. Di sana pisang digandakan dengan perbanyakan bonggol dan kultur jaringan.
Hanya saja demi mempertahankan kondisi bebas layu darah, pekebun harus menghentikan kebiasaan menjual pisang di tanaman pada pedagang. Mafhum untuk memotong tandan, pedagang menggunakan alat potong sama yang dipakai dari satu tanaman ke tanaman lain. Dikhawatirkan dengan cara itu penyakit menular dari tanaman yang terserang ke tanaman sehat. Itu supaya impian menjadikan kapok tanjung sebagai pisang dunia terwujud. Obrigado (terima kasih, bahasa Brasil, red) sepatu amora! (Panca Jarot Santoso SP MS, peneliti diBalai Penelitian Pertanian Tanaman Buah Tropika, Solok, Sumatera Barat, dan Destika Cahyana SP, peneliti di Balai Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru, Kalimantan Selatan)
Sumber http://www.trubus-online.co.id
Sponsored Links
Loading...
loading...