Sponsored Links
Loading...
Sering kita mendengar orang bilang; "aku orangnya bla,bla....". Ada juga orang mengungkapkan "nanti, saya akan melakukannya". Ucapan itu disampaikan untuk menunjukan jati diri. Sayangnya, pernyataan itu dibantah sendiri. Bukan dengan ucapan, tapi dengan perbuatan. Bukankah kita sering berbuat sesuatu yang tidak selaras dengan penyataan. Kita bisa bilang diri kita itu sebagai orang yang begini begitu, tetapi perbuatan menunjukkan hal yang berbeda dengan ucapan itu. Ingatlah, manusia itu diukur dengan perbuatannya bukan dengan cakapnya.
Allah memerintahkan orang beriman agar menyelaraskan perkataannya dengan ucapannya. Allah membenci orang yang tidak menyesuaikan ucapannya dengan perkataannya. Anjuran itu termaktub dalam surah Ash Shaf ayat 2 – 3. Redaksinya berbunyi:
2. Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan".
Ayat ini menggunakan kata "taf'aluun" yang berbentuk fi'il mudhori'. Dalam bahasa Arab, fi'il mudhori' adalah kata yang menunjukkan pekerjaan yang sedang dilakukan atau akan dilakukan. Maka dari kata "taf'aluun" dapat disimpulkan, selaras perkataan dengan perbuatan ini dapat dikelompokkan dalam dua sikap.Pertama; mengerjakan perbuatan yang dijanjikan akan dilakukan. Kedua; tidak bercerita tentang perbuatan yang tidak pernah dilakukan.
Menepati Janji dan Tidak Bohong
Janji adalah bagian kehidupan manusia. Kita selalu mengucapkan kata "saya akan" dengan mudah. Sayangnya, jarang dipikirkan konsekuensi dari ucapan itu. Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut tanpa pertimbangan matang. Akibatnya, kita tidak serius melakukan perbuatan yang telah kita janjikan itu.
Mungkin, saat berbicara kita mengganggap perkataan itu biasa aja. Namun lawan bicara menilai pernyataan itu sebagai sebuah komitmen yang akan dipenuhi. Hal ini membuat kepercayaan lawan bicara kita hilang ketika pernyataan itu tidak dipenuhi. Kondisi paling parah, kita dicap sebagai pembohong. Nah, kalau label pembohong telah menempel pada diri seseorang maka ia akan sulit membangun hubungan dengan manusia lainnya.
Dalam surah Al-Maidah ayat 1, Allah memerintahkan orang beriman supaya memenuhi janjinya. Redaksi ayat; "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu". Para ulama mengatakan kata aqad-aqad dalam ayat ini bermakna janji setia hamba kepada Allah serta perjanjian sesama manusia dalam pergaulan sesamanya. Orang yang berjanji akan mempertanggung jawabkan janjinya dihadapan Allah dan manusia. Allah mengingatkan itu dalam surah Al Isra ayat 34, redaksinya; "penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya"
Selain menepati janji, orang beriman dilarang bercerita tentang perbuatan yang tidak pernah dilakukan. Orang yang mengatakan berbuat sesuatu tapi tidak melakukannya adalah perbuatan bohong. Ada orang yang suka bercerita tentang sesuatu perbuatan padahal pekerjaan itu tidak pernah dilakukannya. Hal ini dipicu dua hal. Pertama; menilai cerita tersebut cuma guyonan. Saat bercerita sering kali tanpa kesadaran. Ia menilai semua ucapannya hanya sebagai candaan tanpa makna. Orang seperti ini baru memikirkan ucapannya jika menimbulkan dampak buruk bagi dirinya.
Kedua; sebagai upaya menarik simpati orang lain (lawan bicara). Lazimnya, orang seperti ini mengisahkan pekerjaan yang sulit dikerjakan orang kebanyakan. Termasuk juga pekerjaan yang bisa menimbulkan kemaslahatan masyarakat. Harapannya, lawan bicara memberikan penilaian positif. Kalau penilaian positif itu telah didapat, maka ia akan mudah mengendalikan lawan bicaranya.
Korelasi Iman dengan Ucapan
Bohong atau ingkar janji adalah aktivitas lidah. Karena, lidah itu mudah digerakkan maka acapkali orang mengeluarkan kalimat bermuatan janji dan kabar bohong. Dalam Al-Quran banyak memuat perintah menepati janji dan larangan berbohong. Kalau diperhatikan ayat tersebut, ada kolerasi iman dan ucapan. Contohnya; ayat yang bercerita tentang janji lazimnya dihubungkan dengan kata iman.
Al-Quran menyebutkan menepati janji merupakan indikator orang yang bertaqwa. Hal itu diterangkan dalam surah Al-Baqarah ayat 177. Dalam ayat itu dimulai dengan kata "bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan". Pada lanjutan ayat, dijelaskan beberapa kreteria kebajikan itu, salah satunya adalah menepati janji jika berjanji. Akhir ayat ditutup dengan kalimat "mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa"
Merujuk ayat ini, menepati janji adalah sebuah kebajikan. Kalau seorang mengingkari janjinya maka ia telah melakukan suatu perbuatan buruk. Selain itu, kadar keimanannya dapat diukur dari komitmennya menepati janji yang telah diucapkan. Jika seseorang, selalu melanggar janjinya maka kadar keimanannya masih rendah. Alasanya, pada akhir ayat Qur'an menyebut menepati janji adalah indikator orang yang shiddiq (benar imannya).
Ayat-ayat tentang perintah menyeleraskan ucapan dengan perbuatan itu ditujukan kepada semua mukmin. Semua orang yang beriman harus berkomitmen menepati janji yang telah diucapkan. Selain itu, seorang mukmin tidak boleh mengakui-ngaku berbuat sesuatu padahal itu tidak pernah dikerjakannya.
Saat ini masa kampanye Pemilu 2014. Pada masa ini janji bermunculan. Para Caleg dengan mudah mengumbar janji dan berita keberhasilannya. Pada baliho dan spanduk, Caleg memuat program kerja yang akan dilakukan kalau terpilih. Hal ini biasanya dilakukan oleh Caleg yang belum terpilih. Sebaliknya, Caleg yang sedang menjabat di legislatif menonjolkan program kerja yang dibuatnya.
Sebagai Caleg muslim seharusnya menghindarkan diri dari dari slogan kampanye yang tidak dapat dipenuhi. Bagi Caleg yang sedang menjabat di legislatif seharusnya tidak menceritakan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Siapa pun – Caleg atau bukan – seharusnya seorang mukmin berkomitmen menyelaraskan perkataan dengan perbuatan. Karena hal itu menjadi indikator keimanan.
Sponsored Links
Loading...
loading...