Sponsored Links
Loading...
Indonesia adalah negara agraris. Istilah agraris mengacu kepada mayoritas profesi di Indonesia yaitu petani. Gelar kehormatan ini mampu dipertahankan ratusan bahkan ribuan tahun oleh bangsa ini, tapi sesuai dengan sensus pertanian tahun 2013 yang digelar oleh BPS menyatakan bahwa profesi pertanian turun drastis yaitu menyentuh angka 26,13 juta dibanding sensus sebelumnya pada tahun 2003 sebesar 31,17 juta (JPNN/2015). Sejenak mari kita bernostalgia dengan industri pertanian Indonesia. Pada abad ke 17, dengan pertanian Indonesia menjadi pemain penting, bahkan mengubah peta perpolitikan dan perdagangan dunia.
Pada masa itu Inggris, Portugis, Sepanyol dan Belanda bersaing hebat merebut pengaruh di Hindia Timur. Bangsa-bangsa itu berlomba mencapai sumber rempah yang sangat mahal itu. Berdasarkan buku Pulau Run, pada saat itu Indonesia digambarkan sebagai surga. Di Barat jika orang membayangkan surga, maka mereka akan menggambarkan kondisi yang mirip dengan Indonesia, yaitu sebuah pulau dengan aroma rempah-rempah dan laut-laut yang kaya serta tanahnya yang subur.
Namun demikian hasil panen padi atau tanaman pangan meningkat dari tahun ke tahun, data terakhir dari Kementerian Pertanian menyebutkan Bojonegoro pada tahun 2013 berhasil panen sebanyak 806.548 ton, walaupun naik dari tahun sebelumnya tapi menurun jika dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 900 ribu ton.
Kemudian kenapa menyebut petani adalah manusia tahan banting dari Indonesia? berikut ulasannya.
Masalah Pertanian
Masalah pertanian sebenarnya secara umum juga dialami oleh para petani di seluruh Indonesia. Pertama adalah pada masa tanam. Pada masa tanam adalah masa paling krusial dari petani. Masalah yang timbul kebanyakan adalah masalah pupuk. Contoh pada tahun 2015, berita tentang kelangkaan pupuk pada musim tanam masih mendominasi berita pertanian di Kabupaten Bojonegoro.
Kelangkaan terjadi karena banyak sebab, diantaranya data yang tidak akurat dari pemangku kepentingan pupuk untuk digunakan sebagai acuan perencanaan pengadaan pupuk bersubsidi. Selain itu juga terdapat pelanggaran hukum seperti penyelundupan dan penimbunan sehingga pupuk langka. Petani sangat dirugikan dengan kelangkaan pupuk ini, karena harga produksi akan membengkak akibat harus mengeluarkan uang ekstra untuk menebus pupuk.
Diperlukan sebuah sinergi antara para pemangku kepentingan pupuk dan penegak hukum untuk memperbaiki pola persebaran pupuk supaya tepat sasaran, tidak kurang dan tidak diselewengkan.
Masalah selanjutnya adalah pasca panen. Petani, seperti industri lain juga membutuhkan proteksi pasar dari pemerintah. Sudah umum, bahwa harga saat panen akan sangat jatuh. Ini merugikan petani. Saya tidak tahu pasti berapa sebenarnya Harga Pokok Produksi padi per kilogramnya karena tidak ada data yang tersedia. Namun terlihat dari serapan bulog yang rendah dengan alasan harga pemerintah sangat rendah menandakan ada yang salah dari rantai perdagangan beras.
Masalah lainnya adalah petani harus bersaing dengan industri lain. Banyak petani yang harus merelakan sawahnya untuk dialihfungsikan sebagai lahan industri lainnya. Padahal negara ini adalah negara agraris, sudah sepantasnya mengutamakan industri pertanian. Lahan pertanian harus diproteksi dari godaan-godaan industri lainnya.
Kemudian ada lagi, masalah akses politik. Petani adalah profesi dengan akses politik paling rendah. Maksud saya begini, dalam era demokrasi saat ini, seharusnya seluruh warga negara Indonesia memiliki akses politik yang sama untuk menyampaikan protes dan itu tidak terjadi pada petani. Bukan karena dilarang oleh Pemerintah, tapi petani umumnya sangat takut untuk melakukan protes terbuka dan ditambah lagi pengetahuan mereka yang kurang memadai sehingga mudah untuk dipatahkan argumentasinya.
Jika profesi lain, misalnya buruh menuntut gaji naik maka dengan mudah mereka melakukannya. Mereka tinggal demonstrasi didepan pemerintah maupun DPR dan kemudian dengan cepat pemerintah mengabulkan keinginannya. Buruh ketika demo, mereka sudah membawa data yang matang sehingga tuntutannya tidak mudah dipatahkan. Petani ketika demo tidak membawa data, hanya membawa keluhan, dan keluhan itu dengan mudah dapat dipatahkan dengan angka-angka statistik milik pemangku kepentingan lainnya.
Dengan masalah-masalah diatas apakah petani Indonesia berhenti produksi? Bapak – bapak petani kita tetap dengan senyum ikhlasnya setiap pagi mengayuh sepeda kebonya untuk bercocok tanam demi memenuhi kebutuhan pangan Republik Indonesia, walaupun dikepung oleh industri-industri modern yang mendapatkan proteksi luar biasa dari Pemerintah mereka tetap semangat dan ulet mengolah tanah. Maka pantas disematkan sebagai manusia tahan banting bagi petani.
Sumber : http://www.kangrudi.com
Sponsored Links
Loading...
loading...