Sponsored Links
Loading...
[Semakin Minim, Generasi Muda Jadi Petani]
Generasi muda yang terjun menekuni sektor pertanian setiap tahunnya terus berkurang. Malahan tak menutup kemungkinan dalam sepuluh tahun ke depan sektor pertanian terancam ditinggalkan apabila tak ada regulasi pemerintah yang mampu menggairahkan usaha tani.
Oleh karena itu KTNA Jabar mendesak pemerintah agar mengeluarkan regulasi yang berpihak pada nasib petani, dan mampu menggairahkan usaha tani sekaligus mensejahterakan petaninya.
Hal itu dikatakan Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jawa Barat, Rali Sukari. Dia mengatakan generasi muda, termasuk anak para petani banyak yang enggan menekuni usaha tani. Mereka lebih memilih bekerja sebagai wiraswasta sektor lain, hingga menjadi karyawan pabrik karena diniliai lebih memiliki jaminan.
"Usaha tani tak dilirik karena dinilai kurang menjanjikan oleh generasi muda. Coba saja lihat disawah, sebagian besar sudah pada berusia, jarang anak mudah yang ada di sawah," katanya.
Dikatakannya untuk mendorong agar usaha tani menarik dan generasi muda mau menjadi petani, tentunya kesejahteraan petani harus bagus. Namun, upaya itu membutuhkan regulasi dan keberpihakan pemerintah, tak bisa dilakukan petani.
Sedangkan usaha tani, semakin hari semakin merugi. Masalahnya biaya produksi seperti harga pupuk, pestisida, bibit dan ongkos semakin mahal, sementara hasil panen kenaikannya tak seimbang.
Dia mencontohkan, ketika harga cabe naik, petani tak bisa menikmatinya karena malah masuk cabe impor, sehingga petani lokal merugi. "Kalau tak bergairah juga, 10 tahun ke depan siapa yang akan melanjutkannya," ujarnya.
Kondisi tersebut diakui Bupati Subang, Ojang Sohandi. Dia mengatakan generasi muda yang tertarik terjun menggeluti usaha tani relatif terbatas. Kebanyakan dari mereka enggan menekusi pertanian, termasuk anak para petani terbatas yang mengikuti jejak orang tuanya.
"Kadang para petani juga tidak mendidik dan mengajari anak-anaknya supaya mencintai dan menggeluti usaha tani. Mereka menyekolahkan anaknya, tetapi melarang bertani dan lebih senang bekerja di usaha lain," ujarnya.
Berbeda dengan negara lain seperti di Jerman, petani menyekolahkan anak-anaknya memperdalam ilmu pertanian, setelah lulus mereka kembali bertani dengan kemampuan dan kualitas melebihi orang tuanya.
Oleh karena itu, lanjut Ojang, pihaknya berharap keberadaan KTNA di Subang bisa berperan aktif meningkatkan taraf hidup petani. Selain itu harus pula ditumbuhkan kebanggaan menggeluti usaha tani.
"Jadi petani harus bangga, apalagi kalau dilihat dari halalnya penghasilan, hampir dipastikan murni halalnya karena dari awal proses sampai panen usaha sendiri, jadi jangan minder. Justru sebaliknya harus bangga jadi petani," katanya.(Yusuf Adji/A-89)
sumber: pikiran-rakyat(dot)com
Sponsored Links
Loading...
loading...