Sponsored Links
Loading...
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973, yang disebut dengan pestisida adalah semua bahan kimia, bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit serta jasad penganggu yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Dalam airti luas, istilah pestisida mencakup semua bahan kimia yang digunakan untuk pertanian (kecuali pupuk) dan hasil ternak (Ditlintan 1985).
Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan OPT sasaran, cara bekerjanya dan kandungan bahan aktif atau senyawa kimianya. Berdasarkan OPT sasaran yang dituju, pestisida dikelompokkan antara lain adalah sebagai berikut :
1) Insektisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh serangga.
2) Fungisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh cendawan atau jamur
3) Akarisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh tungau
4) Rodentisida, yiatu racun yang digunakan untuk membunuh tikus
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dikelompokkan antara lain adalah sebagai berikut :
Berdasarkan bahan aktif atau senyawa kimia yng dikandungnya, pestisida di kelompokkan antara lain :
Baca juga :pengendalian hama dan penyakit secara alami
SELEKTIVITAS PESTISIDA
Dalam pengendalian OPT secara kimiawi, sebaiknya dipilih pestisida yang memiliki sifat selektif, selektivitas pestisida adalah pengaruh maksimum suatu jenis pestisida terhadap organisme sasaran, dengan pengaruh minimum terhadap manusia, hewan, serangga berguna dan kualitas lingkungan hidup.
Selektivitas pestisida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
(1) selektivitas fisiologi dan
(2) selektivitas ekologi, yaitu selektivitas penggunaan pestisida yang berdasarkan pada pengetahuan ekologi OPT. Contoh selektivitas ekologi: aplikasi pestisida berdasarkan Ambang Ekonomi (Ambang Pengendalian) hama, penggunaan pestisida sistemik, perlakuan benih dan sebagainya. Dengan demikian, pestisida yang berspektrum lebar dapat digunakan secara selektif (selektivitas ekologi). Namun demikian, dalam kaitan dengan Konsepsi PHT, yang diinginkan adalah penggabungan keduanya, yaitu penggunaan pestisida selektif (fisiologi) dan secara ekologi juga selektif.
PENGGUNAAN PESTISIDA BERDASARKAN KONSEPSI PHT
Berdasarkan konsepsi PHT, pestisida hanya digunakan kalau memang benar-benar diperlukan (sesuai dengan hasil pengamatan egroekosistem). Selain itu, penggunaannya harus berhati-hati dan sekecil mungkin gangguannya terhadap lingkungan. Secara umum, penggunaan pestisida harus mengikuti lima kaidah, yaitu :
1) Peralatan semprot
Yang dimaksud dengan peralatan semprot adalah : spuyer, alat semport, dan alat pelindung keamanan penyemprotan. Spuyer yang baik adalah ukuran butiran semport berdiameter antara 100-150 mikron, sedangkan alat semprot minimal memiliki tekanan sebesar 3 atmosfir, dan tidak bocor.
2) Keadaan cuaca
Yang dimaksud dengan keadaan cuaca adalah intensitas sinar matahari, kecepatan angin dan kelembaban udara. Penyemprotan sebaiknya dilakukan jika keadaan cuaca cerah, kelembaban udara di bawah 70% dengan kecepatan angin sekitar 4-6 km/jam.
3) Cara penyemprotan
Cara penyemprotan yang baik dilakukan dengan cara tidak melawan arah angin, kecepatan jalan penyemprotan sekitar 4 km/jam dan jarak spuyer dengan bidang semport atau tanaman sekitar 30 cm.
PENGENDALIAN OPT PADA TANAMAN CABAI
Pada umumnya OPT yang menyerang tanaman cabai adalah dari golongan serangga, tungau dan cendawan. Dengan demikian, pestisida yang digunakan adalah insektisida, akarisida dan fungisida. Insektisida dan akarisida selektif yang digunakan hendaknya memiliki sifat selektivitas fisiologi. Sampai saat ini belum banyak diketahui fungisida yang memiliki sifat selektivitas fisiologi. Oleh karena itu penggunaannya dapat dilakukan dengan cara yang bersifat selektivitas ekologi.
Hama-hama Utama pada Tanaman Cabai
1. Kutu daun pesik (Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun persik menyebabkan kerugian secara langsung, yaitu mengisap cairan tanaman. Akibatnya daun yang terserang keriput, berwarna kekuningan, terputir dan pertumbuhan tanaman terhambat. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu. Selain itu kutudaun persik dapat menyebabkan kerugian secara tidak langsung, karena peranannya sebagai vektor virus.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan pestisida selektif, yaitu apabila populasi kutudaun persik telah mencapai ≥ 7 ekor/10 daun. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yiatu Fipronil (Regent 50 EC®, 2 ml/l) dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), Profenofos (Curacron ® 500 EC, 2 ml/l). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
2. Thrips (Thrips parvispinus Karny)
Daun yang terserang thrips memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan serangga tersebut. Setelah beberapa waktu noda keperakan tersebut berubah menjadi coklat tembaga. Daun-daun mengeriting ke atas.
Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai ≥ 15%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Fipronil (Regent 50 EC®, 2 ml/l), dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l), serta dari golongan mikroba, yiatu Spinosat (Success 25 EC®, 1,5 ml/l) (Uhan 1997), Abamektin (Agrimec® 18 EC, 0,5 ml/l). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
3. Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Ulat grayak merusak daun dan buah cabai. Daun yang terserang oleh ulat grayak (instar I dan II) memperlihatkan gejala bercak-bercak putih yang menerawang, karena epidermis bagian atas ditinggalkan. Serangan oleh ulat grayak instar lanjut menyebabkan daun-daun berlubang dan pada akhirnya tanaman gundul.
Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai ≥ 12.5%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Flufenoksuron (Cascade 50 EC®, 2 ml/l). Lufenuron (Match 50 EC®, 2 ml/l). dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), serta dari golongan mikroba, yiatu SLNPV (Spodoptera litura-Nuclear Polyhedrosis Virus) (Arifin 1988). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
4. Tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks)
Tungau teh kuning menyerang daun-daun muda. Permukaan bawah daun yang terserang menjadi coklat berkilau. Daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah.
Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai ≥ 15%. Akarisida yang dianjurkan antara lain adalah Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l). Profenofos (Curacron 500 EC, 1 ml/l)s, Etion (Merothion 500 EC®, 2 ml/l). Oksitiokuinoks (Morestan 25 WP®, 2 g/l) dan Profenofoacron® 500 EC, 2 ml/l). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
Penyakit Utama pada Tanaman Cabai
1. Penyakit busuk daun
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora capsici. Penyakit ini disebut pula lodoh, hawar daun, atau lompong. Penyakit ini dapat menyerang seluruh bagian tanaman, dari batang, daun hingga buah cabai. Gejala serangan berupa bercak tidak beraturan dan kebasah-basahan. Serangan yang berat menyebabkan seluruh tanaman menjadi busuk.
Untuk pengendaliannya digunakan fungisida sistemik Metalaksil-M 4% + Mancozeb 64% (Ridomil Gold MZ ®4/64 WP) dengan konsentrasi 3 g/l air, bergantian dengan fungisida kontak seperti Klorotalonil (Daconil ® 500 F, 2 g/l) . Kedua fungisida tersebut digunakan secara bergantian. Fungisida sistemik digunakan maksimal empat kali per musim.
2. Penyakit bercak daun
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Cercospora capsici. Penyakit ini disebut pula penyakit mata katak atau totol. Pada daun terdapat bercak-bercak kecil berbentuk bulat. Bercak ini dapat hingga mencapai garis tengah lebih dari 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih, dengan tepi berwarna lebih tua. Pada serangan berat, daun-daun menjadi gugur. Selain menyerang daun, bercak juga sering ditemukan pada batang, juga tangkai buah. Serangan pada tangkai buah dapat meluas ke bagian buah dan menyebabkan gugur buah.
Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole (Score ® 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l). Interval penyemprotan 7 hari
3. Penyakit busuk buah antraknose
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum capsici atauColletotrichum gloeoporioides. Gejala awal berupa bercak coklat kehitaman pad apermukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora. Serangan yang berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami padi. Cuaca panas dan basah mempercepat perkembangannya.
Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida Klorotalonil (Daconil ® 500 F, 2 g/l) atau Profineb (Antracol 70® WP, 2 g/l). Kedua fungisida tersebut digunakan secara bergantian.
Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan OPT sasaran, cara bekerjanya dan kandungan bahan aktif atau senyawa kimianya. Berdasarkan OPT sasaran yang dituju, pestisida dikelompokkan antara lain adalah sebagai berikut :
1) Insektisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh serangga.
2) Fungisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh cendawan atau jamur
3) Akarisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh tungau
4) Rodentisida, yiatu racun yang digunakan untuk membunuh tikus
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dikelompokkan antara lain adalah sebagai berikut :
Berdasarkan bahan aktif atau senyawa kimia yng dikandungnya, pestisida di kelompokkan antara lain :
Baca juga :pengendalian hama dan penyakit secara alami
SELEKTIVITAS PESTISIDA
Dalam pengendalian OPT secara kimiawi, sebaiknya dipilih pestisida yang memiliki sifat selektif, selektivitas pestisida adalah pengaruh maksimum suatu jenis pestisida terhadap organisme sasaran, dengan pengaruh minimum terhadap manusia, hewan, serangga berguna dan kualitas lingkungan hidup.
Selektivitas pestisida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
(1) selektivitas fisiologi dan
(2) selektivitas ekologi, yaitu selektivitas penggunaan pestisida yang berdasarkan pada pengetahuan ekologi OPT. Contoh selektivitas ekologi: aplikasi pestisida berdasarkan Ambang Ekonomi (Ambang Pengendalian) hama, penggunaan pestisida sistemik, perlakuan benih dan sebagainya. Dengan demikian, pestisida yang berspektrum lebar dapat digunakan secara selektif (selektivitas ekologi). Namun demikian, dalam kaitan dengan Konsepsi PHT, yang diinginkan adalah penggabungan keduanya, yaitu penggunaan pestisida selektif (fisiologi) dan secara ekologi juga selektif.
PENGGUNAAN PESTISIDA BERDASARKAN KONSEPSI PHT
Berdasarkan konsepsi PHT, pestisida hanya digunakan kalau memang benar-benar diperlukan (sesuai dengan hasil pengamatan egroekosistem). Selain itu, penggunaannya harus berhati-hati dan sekecil mungkin gangguannya terhadap lingkungan. Secara umum, penggunaan pestisida harus mengikuti lima kaidah, yaitu :
Tepat Sasaran
Tepat sasaran artinya OPT sasaran harus diketahui jenis (species) nya secara cepat. Dengan demikian dapat ditentukan jenis pestisida yang tepat yang perlu digunakan. Contoh: Apabila OPT yang menyerang adalah serangga, maka dipilih insektisida. Apabila yang menyerang adalah tungau, maka dipilih akarisida.
Tepat Jenis
Setelah diketahui OPT sasaran yang akan dikendalikan dan jenis pestisida yang sesuai, maka perlu dilakukan pemilihan jenis pestisida yang tepat. Contoh : Untuk mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura), digunakan insektisida Lufenuron, Sihalotrin, dsb.
Tepat Waktu
Penggunaan pestisida berdasarkan konsepsi PHT harus dilakukan berdasarkan hasil pemantauan/pengamatan rutin, yaitu jika populasi hama atau kerusakan yang ditimbulkannya telah mencapai Ambang Ekonomi (Ambang Pengendalian). Hal ini disebabkan karena keberadaan hama atau penyakit pada pertanaman belum tentu secara ekonomis akan menimbulkan kerugian. Penyemprotan pestisida dilakukan pada pagi hari tetapi sebaiknya dilakukan pada sore hari, karena pada umumnya OPT (Khususnya serangga hama) pada tanaman cabai aktif pada sore/malam hari.
Tepat Dosis/Konsentrasi
Dosis pestisida adalah banyaknya pestisida atau larutan semport yang digunakan dalam setiap satuan luas, sedangkan konsentrasi pestisida adalah takaran pestisida yang harus dilarutkan dalam setiap liter air (bahan pelarut). Daya bunuh pestisida terhadap OPT ditentukan oleh dosis atau konsentrasi pestisida yang digunakan. Dosis atau konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang dianjurkan akan memacu timbulnya OPT yang resisten terhadap pestisida yang digunakan.
Tepat Cara Penggunaan
Keberhasilan pengendalian OPT ditentukan pula oleh cara penggunaan atau penyemprotan pestisida. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan penyemprotan pestisida adalah sebagai berikut :1) Peralatan semprot
Yang dimaksud dengan peralatan semprot adalah : spuyer, alat semport, dan alat pelindung keamanan penyemprotan. Spuyer yang baik adalah ukuran butiran semport berdiameter antara 100-150 mikron, sedangkan alat semprot minimal memiliki tekanan sebesar 3 atmosfir, dan tidak bocor.
2) Keadaan cuaca
Yang dimaksud dengan keadaan cuaca adalah intensitas sinar matahari, kecepatan angin dan kelembaban udara. Penyemprotan sebaiknya dilakukan jika keadaan cuaca cerah, kelembaban udara di bawah 70% dengan kecepatan angin sekitar 4-6 km/jam.
3) Cara penyemprotan
Cara penyemprotan yang baik dilakukan dengan cara tidak melawan arah angin, kecepatan jalan penyemprotan sekitar 4 km/jam dan jarak spuyer dengan bidang semport atau tanaman sekitar 30 cm.
PENGENDALIAN OPT PADA TANAMAN CABAI
Pada umumnya OPT yang menyerang tanaman cabai adalah dari golongan serangga, tungau dan cendawan. Dengan demikian, pestisida yang digunakan adalah insektisida, akarisida dan fungisida. Insektisida dan akarisida selektif yang digunakan hendaknya memiliki sifat selektivitas fisiologi. Sampai saat ini belum banyak diketahui fungisida yang memiliki sifat selektivitas fisiologi. Oleh karena itu penggunaannya dapat dilakukan dengan cara yang bersifat selektivitas ekologi.
Hama-hama Utama pada Tanaman Cabai
1. Kutu daun pesik (Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun persik menyebabkan kerugian secara langsung, yaitu mengisap cairan tanaman. Akibatnya daun yang terserang keriput, berwarna kekuningan, terputir dan pertumbuhan tanaman terhambat. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu. Selain itu kutudaun persik dapat menyebabkan kerugian secara tidak langsung, karena peranannya sebagai vektor virus.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan pestisida selektif, yaitu apabila populasi kutudaun persik telah mencapai ≥ 7 ekor/10 daun. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yiatu Fipronil (Regent 50 EC®, 2 ml/l) dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), Profenofos (Curacron ® 500 EC, 2 ml/l). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
2. Thrips (Thrips parvispinus Karny)
Daun yang terserang thrips memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan serangga tersebut. Setelah beberapa waktu noda keperakan tersebut berubah menjadi coklat tembaga. Daun-daun mengeriting ke atas.
Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai ≥ 15%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Fipronil (Regent 50 EC®, 2 ml/l), dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l), serta dari golongan mikroba, yiatu Spinosat (Success 25 EC®, 1,5 ml/l) (Uhan 1997), Abamektin (Agrimec® 18 EC, 0,5 ml/l). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
3. Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Ulat grayak merusak daun dan buah cabai. Daun yang terserang oleh ulat grayak (instar I dan II) memperlihatkan gejala bercak-bercak putih yang menerawang, karena epidermis bagian atas ditinggalkan. Serangan oleh ulat grayak instar lanjut menyebabkan daun-daun berlubang dan pada akhirnya tanaman gundul.
Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai ≥ 12.5%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Flufenoksuron (Cascade 50 EC®, 2 ml/l). Lufenuron (Match 50 EC®, 2 ml/l). dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), serta dari golongan mikroba, yiatu SLNPV (Spodoptera litura-Nuclear Polyhedrosis Virus) (Arifin 1988). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
4. Tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks)
Tungau teh kuning menyerang daun-daun muda. Permukaan bawah daun yang terserang menjadi coklat berkilau. Daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah.
Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai ≥ 15%. Akarisida yang dianjurkan antara lain adalah Diafentiuron (Pegasus 500 EC®, 2 ml/l). Profenofos (Curacron 500 EC, 1 ml/l)s, Etion (Merothion 500 EC®, 2 ml/l). Oksitiokuinoks (Morestan 25 WP®, 2 g/l) dan Profenofoacron® 500 EC, 2 ml/l). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian.
Penyakit Utama pada Tanaman Cabai
1. Penyakit busuk daun
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora capsici. Penyakit ini disebut pula lodoh, hawar daun, atau lompong. Penyakit ini dapat menyerang seluruh bagian tanaman, dari batang, daun hingga buah cabai. Gejala serangan berupa bercak tidak beraturan dan kebasah-basahan. Serangan yang berat menyebabkan seluruh tanaman menjadi busuk.
Untuk pengendaliannya digunakan fungisida sistemik Metalaksil-M 4% + Mancozeb 64% (Ridomil Gold MZ ®4/64 WP) dengan konsentrasi 3 g/l air, bergantian dengan fungisida kontak seperti Klorotalonil (Daconil ® 500 F, 2 g/l) . Kedua fungisida tersebut digunakan secara bergantian. Fungisida sistemik digunakan maksimal empat kali per musim.
2. Penyakit bercak daun
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Cercospora capsici. Penyakit ini disebut pula penyakit mata katak atau totol. Pada daun terdapat bercak-bercak kecil berbentuk bulat. Bercak ini dapat hingga mencapai garis tengah lebih dari 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih, dengan tepi berwarna lebih tua. Pada serangan berat, daun-daun menjadi gugur. Selain menyerang daun, bercak juga sering ditemukan pada batang, juga tangkai buah. Serangan pada tangkai buah dapat meluas ke bagian buah dan menyebabkan gugur buah.
Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole (Score ® 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l). Interval penyemprotan 7 hari
3. Penyakit busuk buah antraknose
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum capsici atauColletotrichum gloeoporioides. Gejala awal berupa bercak coklat kehitaman pad apermukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora. Serangan yang berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami padi. Cuaca panas dan basah mempercepat perkembangannya.
Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida Klorotalonil (Daconil ® 500 F, 2 g/l) atau Profineb (Antracol 70® WP, 2 g/l). Kedua fungisida tersebut digunakan secara bergantian.
Sponsored Links
Loading...
loading...